PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG
K3
Dalam Undang-undang Dasar 1945
menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan (pasal 27 ayat 2). Pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan
adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi sesuai dengan harkat dan martabat
manusia, sehingga pekerja berada dalam kondisi selamat dan sehat, terhindar
dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Berdasarkan ketentuan tersebut,
telah diterbitkan Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
antara lain mengatur tentang perlindungan tenaga kerja yaitu bahwa setiap
tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan,
kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan harkat
dan martabat manusia dan nilai agama.
Selanjutnya, UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, SBG PENGGANTI Undang-undang Keselamatan yang diterbitkan di zaman Hindia Belanda pada tahun 1910 yang dikenal dengan singkatan VR yaitu “Veilegheids Reglement”. Undang-undang No. 1 tahun 1970 lebih bersifat preventif dibanding dengan VR yang bersifat represif.
Ruang lingkup keselamatan kerja yang diatur dalam UU No. 1 tahun 1970 mencakup keselamatan kerja di semua tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara di wilayah negara Republik Indonesia.
Karena itu sumber bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang berada di tempat kerja harus dikendalikan melalui penerapan syarat keselamatan dan kesehatan kerja sejak tahap perencanaan, proses produksi, pemeliharaan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasaran, pemakaian, penyimpanan, pembongkaran dan pemusnahan bahan, barang produk teknis dan alat produksi yang
mendukung dan dapat menimbulkan bahaya dan kecelakaan.
PERATURAN PERUNDANGAN K3
Selanjutnya, UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, SBG PENGGANTI Undang-undang Keselamatan yang diterbitkan di zaman Hindia Belanda pada tahun 1910 yang dikenal dengan singkatan VR yaitu “Veilegheids Reglement”. Undang-undang No. 1 tahun 1970 lebih bersifat preventif dibanding dengan VR yang bersifat represif.
Ruang lingkup keselamatan kerja yang diatur dalam UU No. 1 tahun 1970 mencakup keselamatan kerja di semua tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara di wilayah negara Republik Indonesia.
Karena itu sumber bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang berada di tempat kerja harus dikendalikan melalui penerapan syarat keselamatan dan kesehatan kerja sejak tahap perencanaan, proses produksi, pemeliharaan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasaran, pemakaian, penyimpanan, pembongkaran dan pemusnahan bahan, barang produk teknis dan alat produksi yang
mendukung dan dapat menimbulkan bahaya dan kecelakaan.
PERATURAN PERUNDANGAN K3
Undang-undang
1. Undang-undang Uap Tahun 1930, mengatur tentang keselamatan dalam
pemakaian pesawat uap. Pesawat uap menurut Undangundang ini adalah ketel uap,
dan alat-alat lain yang bersambungan dengan ketel uap, dan bekerja dengan
tekanan yang lebih tinggi dari tekanan udara. Undang-undang ini melarang
menjalankan atau mempergunakan pesawat uap yang tidak mempunyai ijin yang
diberikan oleh kepala jawatan pengawasan keselamatan kerja (sekarang Direktur
Jenderal Pembinaan Hubungan Ketenaga Kerjaan dan Pengawasan Norma
Kerja-Departemen Tenaga Kerja). Terhadap pesawat uap yang dimintakan ijinnya
akan dilakukan pemeriksaan dan pengujian dan apabila memenuhi persyaratan yang
diatur peraturan Pemerintah diberikan Akte Ijin.
Undang-undang ini juga mengatur prosedur pelaporan peledakan
pesawat uap, serta proses berita acara pelanggaran ketentuan undang-undang ini.
Undang-undang ini juga mengatur prosedur pelaporan peledakan
pesawat uap, serta proses berita acara pelanggaran ketentuan undang-undang ini.
2. Undang-undang nomor 3 Tahun 1969
tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional nomor 120
mengenai Higiene dalam Perniagaan dan Kantor-kantor. Undang-undang ini memberlakukan Konvensi
ILO nomor 120, yang berlaku bagi badanbadan perniagaan, jasa, dan bagian
bagiannya yang pekerjanya terutama melakukan pekerjaan kantor. Dalam azas umum
konvensi ini diatur syarat kebersihan, penerangan yang cukup dan sedapat
mungkin mendapat penerangan alam, suhu yang nyaman, tempat kerja dan tempat
duduk, air minum, perlengkapan saniter, tempat
ganti pakaian, persyaratan bangunan dibawah tanah, keselamatan terhadap bahan, proses dan teknik yang berbahaya, perlindungan terhadap kebisingan dan getaran, dan perlengkapan P3K
ganti pakaian, persyaratan bangunan dibawah tanah, keselamatan terhadap bahan, proses dan teknik yang berbahaya, perlindungan terhadap kebisingan dan getaran, dan perlengkapan P3K
.
3. Undang-undang No. 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja terdiri
dari XI bab dan 18 pasal.
dari XI bab dan 18 pasal.
Bab I (pasal 1) menjelaskan tentang istilah-istilah
Bab II
(pasal 2) tentang ruang lingkup yang meliputi keselamatan dan kesehatan kerja
disemua tempat kerja baik didarat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam
air maupun di udara di wilayah Republik Indonesia.
Bab III
(pasal 3 dan 4) mengenai syarat-syarat keselamatan kerja
Bab IV
(pasal 5 – 8) tentang pengawasan
Bab V (pasal
9) tentang pembinaan K3
Bab VI
(pasal 10) tentang P2K3
Bab VII
(pasal 11) tentang kecelakaan kerja
Bab VIII
(pasal 12) tentang kewajiban dan hak tenaga kerja
Bab IX
(pasal 13) tentang kewajiban bila memasuki tempat kerja
Bab X (pasal
14) tentang kewajiban pengurus
Bab XI
(pasal 15 – 18) tentang ketentuan penutup
4.
Undang-undang nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang mengatur bahwa setiap tenaga
kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja. Undang-undang ini terdiri dari
sepuluh Bab dan 35 pasal. Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja
diselenggarakan program jaminan sosial dengan mekanisme asuransi. Ruang lingkup
program meliputi jaminan kecelakaan kerja,
jaminan kematian, jaminan haritua dan jaminan kesehatan.
Pengembangan program diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Jaminan kecelakaan meliputi biaya pengangkutan, pemeriksaan,pengobatan dan atau perawatan, serta rehabilitasi serta santunan berupa uang yang meliputi:sementara tidak mampu bekerja, cacat sebagian selama-lamanya, cacat total selama-lamanya baik fisik maupun mental dan santunan kematian. Diatur juga keluarga yang berhak menerima jaminan kematian, pembayaran jaminan hari tua serta pelayanan jaminan kesehatan.
Dalam undang-undang ini diatur kepesertaan, iuran, jaminan dan tata cara pembayaran, Badan penyelenggara serta ketentuan pidana.
jaminan kematian, jaminan haritua dan jaminan kesehatan.
Pengembangan program diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Jaminan kecelakaan meliputi biaya pengangkutan, pemeriksaan,pengobatan dan atau perawatan, serta rehabilitasi serta santunan berupa uang yang meliputi:sementara tidak mampu bekerja, cacat sebagian selama-lamanya, cacat total selama-lamanya baik fisik maupun mental dan santunan kematian. Diatur juga keluarga yang berhak menerima jaminan kematian, pembayaran jaminan hari tua serta pelayanan jaminan kesehatan.
Dalam undang-undang ini diatur kepesertaan, iuran, jaminan dan tata cara pembayaran, Badan penyelenggara serta ketentuan pidana.
5.
Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, terdiri dari 12 Bab dan 90 pasal.
Menurut undang-undang ini setiap orang berhak memperoleh derajat kesehatan yang
optimal, dan setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam pemeliharaan dan
meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga dan lingkungan. Dari 15
upaya kesehatan, salah satunya adalah upaya kesehatan kerja.
Pada pasal 23 dinyatakan:
Pada pasal 23 dinyatakan:
·
kesehatan
kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal.
kerja yang optimal.
·
kesehatan
kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan
penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja.
penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja.
·
setiap
tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.
·
Ketentuan
mengenai kesehatan kerja diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pemerintah.
6.
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang antara lain mengatur tentang
Landasan, Asas dan Tujuan, Kesempatan dan perlakuan yang sama, Perencanaan
tenaga kerja dan informasi ketenagakerjan, Pelatihan kerja, Penempatan tenaga
kerja,Perluasan kesempatan kerja, Penggunaan tenaga kerja asing,
Hubungan kerja, Perlindungan, pengupahan dan kesejahteraan,Hubungan industrial, Pemutusan hubungan kerja, Pembinaan, Pengawasan,Penyidikan Ketentuan pidana dan sanksi administratif, dan Ketentuan peralihan.
Dalam Undang–undang ini K3 diatur dalam Bab X Perlindungan, Pengupahan dan kesejahteraan Bagian I Perlindungan Paragraf 5 Keselamatan dan kesehatan kerja pasal 86 dan 87. Dalam pasal 86 disebutkan bahwa setiap pekerja berhak untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Untuk melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan
upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam pasal 87 disebutkan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
Peraturan Pemerintah
Hubungan kerja, Perlindungan, pengupahan dan kesejahteraan,Hubungan industrial, Pemutusan hubungan kerja, Pembinaan, Pengawasan,Penyidikan Ketentuan pidana dan sanksi administratif, dan Ketentuan peralihan.
Dalam Undang–undang ini K3 diatur dalam Bab X Perlindungan, Pengupahan dan kesejahteraan Bagian I Perlindungan Paragraf 5 Keselamatan dan kesehatan kerja pasal 86 dan 87. Dalam pasal 86 disebutkan bahwa setiap pekerja berhak untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Untuk melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan
upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam pasal 87 disebutkan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
Peraturan Pemerintah
7.
Peraturan Uap 1930, mengatur pembagian pesawat uap berdasarkan
tekanan kg/cm2 di atas tekanan udara luar dan2uapnya, yaitu lebih besar dari kg/cm2 di atas tekanan udara luar.2paling tinggi
Peraturan in memuat ketentuan untuk mendapatkan ijin penggunaan pesawat uap, serta ketentuan mengenai pesawat uap yang tidak memerlukan akte ijin. Peraturan ini memuat persyaratan teknis keselamatan ketel uap dan pesawat uap selain ketel uap, pengering uap, penguap, bejana uap antara lain mengenai persyaratan bahan pembuat, perlengkapan pengaman dan tata cara pengujian.
tekanan kg/cm2 di atas tekanan udara luar dan2uapnya, yaitu lebih besar dari kg/cm2 di atas tekanan udara luar.2paling tinggi
Peraturan in memuat ketentuan untuk mendapatkan ijin penggunaan pesawat uap, serta ketentuan mengenai pesawat uap yang tidak memerlukan akte ijin. Peraturan ini memuat persyaratan teknis keselamatan ketel uap dan pesawat uap selain ketel uap, pengering uap, penguap, bejana uap antara lain mengenai persyaratan bahan pembuat, perlengkapan pengaman dan tata cara pengujian.
8.
Peraturan Pemerintah R.I nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas
Peredaran, penyimpanan dan Penggunaan Pestisida. Peraturan ini melarang pestisida
yang tidak terdaftar/tidak memperoleh ijin dari Menteri Pertanian. Ijin yang
diberikan dapat berupa ijin tetap, ijin sementara atau ijin percobaan. Ijin
sementara dan ijin percobaab berlaku selama satu tahun dan ijin tetap lima
tahun. Ijin diberikan apabila pestisida efektif dan cukup aman dipakai dan
memenuhi syarat-syarat teknis lain serta digunakan sesuai petunjuk yang
tercantum dalam label.. Ijin dapat ditinjau atau dicabut apabila ditemukan
pengaruh samping yang tidak diinginkan.
9.
Peraturan Pemerintah R.I nomor 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan
Pengawasan Keselamatan Kerja di BidangPertambangan, mengatur pengaturan keselamatan
kerja di bidang pertambangan dilakukan oleh Menteri Pertambangan setelah mendengar
pertimbangan Menteri Tenaga Kerja. Menteri Pertambangan melakukan pengawasan
keselamatan kerja berpedoman kepadan Undang-undang nomor 1 Tahun 1970 serta
Peraturan pelaksanaannya. Pengangkatan pejabat pegawasan keselamatan kerja
setelah mendengar pertimbangan Menteri Tenaga Kerja. Pejabat tersebut
mengadakan kerjasama dengan pejabat pengawasan keselamatan kerja dari
departemen Tenaga Kerja baik di Pusat dan di Daerah. Juga diatur pelaporan
pelaksanaan pengawasan serta pengecualian pengaturan dan pengawasan ketel uap
dari PeraturanPemerintah ini.
10.
Peraturan Pemerintah R.I nomor 11 Tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja
terhadap Radiasi, terdiri
dari 9 Bab dan 25 pasal.
Peraturan ini mewajibkan setiap instalasi atom mempunyai petugas proteksi radiasi. Untuk mengawasi ditaatinya peraturan keselamatan kerja terhadap radiasi perlu ditunjuk ahli proteksi radiasi oleh instansi yang berwenang.
Peraturan Pemerintah ini telah diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion
Peraturan ini mewajibkan setiap instalasi atom mempunyai petugas proteksi radiasi. Untuk mengawasi ditaatinya peraturan keselamatan kerja terhadap radiasi perlu ditunjuk ahli proteksi radiasi oleh instansi yang berwenang.
Peraturan Pemerintah ini telah diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion
11.
Peraturan Pemerintah R.I nomor 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja pada
Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi, yang terdiri dari 31 Bab dan 58 pasal mengatur tata
usaha dan pengawasan keselamatan kerja pada pemurnian dan pengolahan minyak dan
gas bumi, wewenang dan tanggung jawab menteri pertambangan, dan dalam
pelaksanaan pengawasan menyerahkan kepada Dirjen dengan hak substitusi sedang
tugas dan pekerjaan pengawasan tersebut dilaksanakan oleh kepala inspeksi dan pelaksana
inspeksi tambang. Peraturan pemerintah ini juga mengatur persyaratan teknis
keselamatan dalam pemurnian dan pengolahan mulai dari perencanaan, pembangunan,
pengoperasian, pemeliharaan dan perbaikan instalasi, termasuk persyaratan
keselamatan untuk bangunan, jalan tempat kerja, pesawat dan perkakas, demikian
pula kompressor, pompa vakum, bejana tekan dan bejana vakum, instalasi uap air,
tungku pemanas, dan heat exchanger, instalasi penyalur,tempat penimbunan,
pembongkaran dan pemuatan minyak dan gas bumi, pengolahan bahan berbahaya,
termasuk mudah terbakar dan mudah meledak dalm ruang kerja, proses dan
peralatan khusus, listrik, penerangan lampu, pengelasan, penyimpanan dan
pemakaian zat radioaktif, pemadam kebakaran, larangan dan pencegahan
umum,pencemaran lingkungan, perlengkapan penyelamatan dan pelindung diri,
pertolongan pertama pada kecelakaan, syarat-syarat pekerja, kesehatan dan
kebersihan , kewajibannnnn umum pengusaha, kepala teknik dan pekerja,
pengawasan, tugas dan wewenang pelaksana inspeksi tambang, keberatan dan
pertimbangan, ketentuan pidana,ketentuan peralihan dan penutup.
Peraturan Menteri
12. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi
dan Koperasi nomor Per-01/Men/1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes bagi
Dokter Perusahaan. Peraturan
Menteri ini terdiri dari tujuh pasal, yang mewajibkan perusahaan untuk
mengirimkan setiap dokter perusahaannya untuk mendapat latihan dalam bidang
higiene perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja. Pelaksana latihan adalah
Lembaga Nasional Hiperkes.
13. Peraturan Menteri Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Koperasi nomor Per-01/Men/1978 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Dalam Penebangan dan Pengangkutan Kayu, terdiiri atas tujuh Bab dan 17
pasal, mengatur tentang norma keselamatan da kesehatan pada berbagai pekerjaan
dalam penebangan dan pengangkutan kayu,mulai dari penjelajahan hutan,
penebangan kayu, penyeretan dengan traktor (yarding), pemuatan kayu dengan
loader, pengangkutan kayu dengan truk, pengangkutan kayu dengan lori, pemuatan
kayu kekapal.
Juga diatur sikap kerja yang aman dalam mengangkat barang, tersedianya peralatan dan obat-obatan untuk P3K dan penerangan yang cukup apabila bekerja pada malam hari.
Juga diatur sikap kerja yang aman dalam mengangkat barang, tersedianya peralatan dan obat-obatan untuk P3K dan penerangan yang cukup apabila bekerja pada malam hari.
14. Peraturan Menteri Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Koperasi nomor Per-03/Men/1978 tentang Persyaratan penunjukan
dan wewenang serta kewajiban Pegawai pengawas keselamatan kerja dan ahli
keselamatan kerja, terdiri
atas tujuh pasal. Peraturan menteri ini mengatur persyaratan untuk ditunjuk
sebagai pengawas keselamatan kerja dan sebagai ahli keselamatan kerja,
kewenangan dan kewajiban pegawai pengawas serta kewenangan dan kewajiban ahli
keselamatan. kerja. Salah satu kewajiban pegawai pengawas dan ahli keselamatan
kerja adalah menjaga kerahasiaan keterangan yang didapat karena jabatannya.
Kesengajaan membuka rahasia ini diancam hukuman sesuai ketentuan Undang-undang
Pengawasan Perburuhan.
15. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi nomor Per 01/Men/1979 tentang kewajiban latihan Hygiene Perusahaan
kesehatan dan keselamatan Kerja bagi Paramedis Perusahaan, terdiri atas delapan pasal.
Peraturan menteri ini mengatur setiap perusahaan yang mempekerjakan para medis
diwajibkan mengirimkan setiap tenaga para medis untuk mendapat latihan bidang
higiene perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja. Penyelenggara latihan
adalah Pusat dan Balai Higiene Perusahaan, Keselamatan dan kesehatan kerja.
16. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi nomor Per 01/Men/1980 tentang Keselamatan dan kesehatan kerja pada
konstruksi bangunan, terdiri
atas 19 Bab dan 106 pasal. Peraturan menteri ini mengatur pada setiap pekerjaan
konstruksi bangunan harus diusahakan pencegahan kecelakaan dan sakit akibat
kerja pada tenaga kerja. Waktu pekerjaan dimulai harus segera disusun suatu
unit organisasi keselamatan dan kesehatan kerja. Setiap kecelakaan dan kejadian
berbahaya harus dilaporkan. Selanjutnya peraturan Menteri ini mengatur
persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja antara lain tempat kerja dan alat
kerja, perancah,tangga, alat angkat, kabel baja, tambang, rantai, dan peralatan
bantu,mesin-mesin, peralatan konstruksi bangunan, konstruksi di bawah tanah,
penggalian, pekerjaan memancang, pekerjaan beton,pembongkaran, perlengkapan
penyelamatan dan pelindung diri dan ketentuan hukuman.
17. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi nomor Per 02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Kerja dalam
Penyelenggaraan Keselamatan kerja, terdiri atas sebelas pasal. Semua perusahaan yang
termasuk dalam ruang lingkup Undangundang Keselamatan kerja harus mengadakan
pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan pemeriksaan kesehatan berkala. Pemeriksaan
kesehatan khusus dilakukan terhadap tenaga kerja/golongan tenaga kerja
tertentu. Direktur Jenderal dapat menunjuk Badan sebagai penyelenggara
pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.
18. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi nomor 04/Men/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan
Pemeliharaan Alat Pemadam Api ringan, terdiri atas enam bab dan 27 pasal. Dalam peraturan
ini kebakaran digolongkan menjadi golongan A, B, C dan D. Sedang alat pemadam
api ringan dibagi menjadi jenis cairan, jenis busa, jenis tepung kering dan
jenis gas. Alat pemadam api ringan harus ditempatkan pada posisi yang mudah
dilihat dengan jelas, mudah dicapai dan diambil dan dilengkapi tanda
pemasangan. Dalam peraturan menteri ini juga diatur tatacara pemeiiksaan dan
pemeliharaan alat pemadam api ringan.
19. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi nomor 01/Men/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja terdiri atas 9 pasal, mengatur
kewajiban pengurus dan Badan yang menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan untuk
melaporkan penyakit akibat kerja yang ditemukan dalam pemeriksaan kesehatan
berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus. Laporan disampaikan dalam dua kali 24 jam setelah penyakit akibat kerja didiagnosa. Dilampirkan daftar penyakit akibat kerja yang harus dilaporkan.
berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus. Laporan disampaikan dalam dua kali 24 jam setelah penyakit akibat kerja didiagnosa. Dilampirkan daftar penyakit akibat kerja yang harus dilaporkan.
20. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi nomor 01/Men/1982 tentang Bejana Tekan, terdiri atas sepuluh bab dan 48
pasal. Peraturan menteri ini mencabut peraturan khusus FF dan peraturan khusus
DD. Mengatur bejana tekan selain pesawat uap, termasuk botol-botol baja, bejana
transport, pesawat pendingin,bejana penyimpanan gas yang dikempa menjadi cair
terlarut atau terbeku. Peraturan ini mengatur tentang kode warna, cara
pengisian,pengangkutan, pembuatan dan pemakaian, dan pemasangan,perbaikan dan
perubahan teknis.
21. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi nomor 02/Men/1982 tentang Kualifikasi Juru Las di Tempat Kerja, terdiri dari enam bab, dan 36
pasal. Menurut peraturan ini, juru las digolongkan menjadi juru las kelas I,
kelas II, dan kelas III. Juru las dianggap terampil apabila telah menempuh
ujian las dengan hasil memuaskan,dan mempunyai sertifikat juru las. Pengujian
juru las terdiri dari ujian teori dan ujian praktek. Ujian praktek harus dapat
menunjukkan keterampilan mengelas seperti yang ditentukan peraturan ini.
22. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi nomor 03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja, terdiri atas 12 pasal, mengatur hak
setiap tenaga kerja untuk mendapat pelayanan kesehatan kerja. Pengurus wajib
memberikan pelayanan kesehatan kerja. Pelayanan kesehatan kerja meliputi
pemeriksaan kesehatan,pencegahan, pengobatan, rehabilitasi, dan konsultasi
serta pembinaan teaga kerja. Juga diatur bebarapa cara penyelenggaraan
pelayanan kesehatan kerja.
23. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor
02 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik, terdiri dari delapan bab dan 87
pasal, mengatur perencanaan, pemasangan, pemeliharaan dan pengujian instalasi
alarm kebakaran otomatik di tempat kerja. Diatur ruangan dan bagiannya yang
memerlukan detektor kebakaran.
Instalasi harus dipelihara dan diuji secara berkala, mingguan, bulanan atau tahunan, yang diatur tatacaranya dalam peraturan ini. Juga diatur berbagai sistem detektor alarm kebakaran, antara lain sistem deteksi panas, asap dan api.
Instalasi harus dipelihara dan diuji secara berkala, mingguan, bulanan atau tahunan, yang diatur tatacaranya dalam peraturan ini. Juga diatur berbagai sistem detektor alarm kebakaran, antara lain sistem deteksi panas, asap dan api.
24. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor
03 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan kera Pemakaian Asbes, terdiri atas sepuluh bab dan 25
pasal, melarang pemakaian asbes biru dan cara penggunaan asbes dengan
menyemprotkan. Selain itu diatur kewajiban pengurus untuk menyediakan alat
pelindung diri,penerangan pekerja, melaporkan proses dan jenis asbes yang
digunakan, memasang tanda/rambu, pengendalian debu asbes,analisa debu asbes,
buku petunjuk mengenai bahaya debu asbes dan cara pencegahannya. Kewajiban
tenaga kerja untuk memakai alat pelindung diri, memakai dan melepas alat
pelidung diri di tempat yang ditentukan, dan melaporkan kerusakan alat
pelindung diri, alat kerja dan/atau ventilasi. Selain itu diatur kebersihan
lingkungan kerja, dan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.
25. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor
04 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi, terdiri atas dua belas bab dan 147
pasal, mengatur ketentuan umum teknis keselamatan kerja pada pesawat tenaga dan
pesawat produksi, ketentuan mengenai alat perlindungan, pengujian bagi bejana
tekan sebagai penggerak mula motor diesel, keselamatan perlengkapan transmisi
mekanik,keselamatan mesin perkakas dll. Juga diatur mengenai
pemeriksaan,pengujian dan pengesahan pesawat tenaga dan pesawat produksi.
26. Menteri Tenaga Kerja nomor 05 Tahun
1985 tentang Pesawat angkat dan Angkut, terdiri atas dua belas bab dan 146 pasal,mengatur
perencanaan, pembuatan, pemasangan, peredaran,pemakaian, perubahan dan atau
perbaikan teknis,serta pemeliharaan pesawat angkat dan angkut. Syarat
keselamatan mencakup bahan konstruksi, serta perlengkapan pesawat angkat dan
angkut, harus cukup kuat, tidak cacat dan memenuhi syarat. Beban maksimum yang
diijinkan harus ditulis pada bagian yang mudah dilihat dan dibaca dengan jelas.
Setiap pesawat angkat dan angkut tidak boleh dibebani melebihi beban maksimum
yang diijinkan. Peraturan ini mengatur syarat-syarat teknis berbagai pesawat
angkat dan angkut, termasuk komponen-komponennya. Demikian pula pesawat
angkutan di atas landasan dan diatas permukaan, alat angkutan jalan riil,
pengesahan,pemeriksaan dan pengujian.
27. Keputusan Bersama Menteri Tenaga
Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum nomor Kep 174/Men/86 - nomor 104/KPTS/86
tentang Keselamatan dan Kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi, terdiri atas delapan pasal,
menyatakan berlaku pedoman pelaksanaan tentang keselamatan dan kesehatan kerja
pada tempat kegiatan konstruksi bangunan sebagai pedoman pelaksanaan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja nomor 01/Men/1980. Menteri tenaga kerja dapat menunjuk
ahli keselamatan kerja bidang konstruksi di lingkungan Departemen Pekerjaan
umum,atas usul Menteri Pekerjaan Umum.
28. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor
04 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan
Tata-cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja, terdiri dari 16 pasal. Peraturan Menteri ini
mewajibkan pengusaha atau pengurus tempat kerja yang mempekerjakan 100 orang
pekerja atau lebih atau menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai
risiko besar terjadi peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif
membentuk P2K3. Keanggotaan P2K3 adalah unsur pengusaha dan unsur pekerja.
Sekretaris P2K3 adalah ahli K3 dari perusahaan yang bersangkutan. Selain
mengatur tugas dan fungsi p2K3, juga mengatur tentang tatacara penunjukan ahli
K3.
29. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor
01 Tahun 1988 tentang Kualifikas dan Syarat-syarat Operator Pesawat Uap, terdiri atas delapan bab dan 13
pasal. Kualifikasi operator pesawat uap terdiri dari operator kelas I dan
operator kelas II. Peraturan ini mengatur persyaratan pendidikan, pengalaman,
umur, kesehatan, administrasi,mengikuti kursus operator dan lulus ujian sesuai
kualifikasinya.
Operator diberi kewenangan sesuai dengan kualifikasinya. Jumlah dan kualifikasi operator untuk ketel uap serta kurikulum operator sesuai kualifikasinya dicantumkan dalam lampiran peraturan ini.
Operator diberi kewenangan sesuai dengan kualifikasinya. Jumlah dan kualifikasi operator untuk ketel uap serta kurikulum operator sesuai kualifikasinya dicantumkan dalam lampiran peraturan ini.
30. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor
04 Tahun 1988 tentang Berlakunya Standard Nasional Indonesia (SNI) No:
SNI-225-1987 Mengenai Peraturan Umum Instalasi Listrik Indonesia 1987 (PUIL 1987) di Tempat Kerja, terdiri
atas sepuluh pasal, memberlakukan PUIL 1987 di tempat kerja. Pengurus wajib
menyesuaikan instalasilistrik yang digunakan di tempat kerjanya dengan
ketentuan SNI 225-1987.
31. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor
01 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator Keran Angkat, terdiri atas delapan bab dan 13
pasal. Kualifikasi operator terdiri dari operator kelas I, Operator kelas II
dan operator kelas III. Peraturan ini mengatur persyaratan pendidikan,
pengalaman, umur, kesehatan,administrasi, mengikuti kursus operator dan lulus
ujian sesuai kualifikasinya. Operator diberi kewenangan sesuai dengan
kualifikasinya, dan mempunyai kewajiban dan tanggung jawab sesuai dengan
kualifikasinya. Jumlah dan kualifikasi operator untuk masingmasing keran
dicantumkan dalam lampiran peraturan ini.
32. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor
02 Tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir, terdiri atas sebelas bab dan 60
pasal, mengatur persyaratan istalasi penyalur petir tentang kemampuan
perlindungan, ketahanan teknis dan ketahanan terhadap korosi, persyaratan bahan
dan sertifikat atau hasil pengujian bagianbagian instalasi. Memuat persyaratan
teknis untuk penerima,penghantar penurunan, pembumian, menara, bangunan yang
mempunyai antena, persyaratan instalasi penyalur petir untuk cerobong asap.
Selain itu diatur juga pemeriksaan dan pengujian, pengesahan dan ketentuan
pidana.
33. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor
02 Tahun 1992 tentang Tatacara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang Ahli
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terdiri dari lima bab dan 15 pasal, mengatur
persyaratan untuk dapat ditunjuk menjadi ahli keselamatan dan kesehatan kerja
harus memenuhi persyaratan pendidikan, pengalaman,pekerjaan, dan lulus seleksi.
Ditetapkan berdasarkan permohonan dari pimpinan instansi dan dokumen pribadi
yang perlu dilampirkan.
Kewajibannya adalah membantu mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan K3 dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Menteri Tenaga Kerja serta merahasiakan keterangan yang didapat karena jabatannya. Diatur pula kewenangan Ahli Keselamatan Kerja untuk memasuki tempat kerja, minta keterangan, memonitor dan menetapkan syarat keselamatan dan kesehatan kerja.
Kewajibannya adalah membantu mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan K3 dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Menteri Tenaga Kerja serta merahasiakan keterangan yang didapat karena jabatannya. Diatur pula kewenangan Ahli Keselamatan Kerja untuk memasuki tempat kerja, minta keterangan, memonitor dan menetapkan syarat keselamatan dan kesehatan kerja.
34. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor
04 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terdiri dari tujuh bab 21 pasal,
mengatur jenis perusahaan jasa K3, serta bidang kegiatannya. Peraturan ini juga
mengatur persyaratan administrasi dan persyaratan teknis untuk dapat menjadi
perusahaan jasa K3.
35. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor
05 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terdiri dari sepuluh bab dan 12
pasal serta tiga lampiran, mengatur tujuandan sasaran Sistem Manajemen K3,
kriteria perusahaan yang wajib melaksanakannya, dan harus dilaksanakan oleh
pengurus, pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai suatu kesatuan.
Ketentuan-ketentuan
yang wajib dilaksanakan perusahaan dalam menerapkan SMK3. Selain itu ketentuan mengenai Audit SMK3 dan Sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Lampiran I memuat pedoman penerapan SMK3,lampiran II memuat pedoman teknis audit, lampiran III memuat formulir laporan audit dan lampiran IV memuat ketentuan penilaian hasil audit.
yang wajib dilaksanakan perusahaan dalam menerapkan SMK3. Selain itu ketentuan mengenai Audit SMK3 dan Sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Lampiran I memuat pedoman penerapan SMK3,lampiran II memuat pedoman teknis audit, lampiran III memuat formulir laporan audit dan lampiran IV memuat ketentuan penilaian hasil audit.
36. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor
03 Tahun 1998 tentang Tatacara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan, terdiri dari enam bab dan 15 pasal,
mengatur kewajiban pengurus atau pengusaha DK3N – LK3I 12 melaporkan kecelakaan,
tatacara pelaporan dan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan oleh pengawas
ketenagakerjaan. Lampiran satu adalah bentuk laporan kecelakaan, lampiran II
laporan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan kerja, lampiran III bentuk
laporan pemeriksaan dan pengkajian penyakit akibat kerja, lampiran IV bentuk
laporan pemeriksaan dan pengkajian peristiwa kebakaran/peledakan/bahaya
pembuangan limbah.
37. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor
04 Tahun 1998 tentang Pengangkatan, Pemberhentian dan Tata-kerja Dokter Penasehat,
terdiri atas
tujuh bab dan 15 pasal, mengatur tugas dan fungsi dokter penasehat,
pengangkatan dan pemberhentian, tatacara pemberian pertimbangan medis, serta
pelaporan dan pembinaan.
38. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor
03 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk
Pengangkutan Orang dan Barang, terdiri dari enam bab 34 pasal,mengatur kapasitas
angkut dan jumlah orang yang dapat diangkut,persyartan teknis keselamatan
bagian-bagian lift dan pemasangannya,mesin dan kamar mesin, talibaja dan
tromol, ruang luncur dan lekuk
dasar, dll. Demikian pula persyaratan teknis keselamatan kerja pembuatan, pemasangan, perbaikan, dan perubahan lift serta pemeriksaan, pengujian dan pengawasannya.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja
dasar, dll. Demikian pula persyaratan teknis keselamatan kerja pembuatan, pemasangan, perbaikan, dan perubahan lift serta pemeriksaan, pengujian dan pengawasannya.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja
39. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.
155/Men/1984 yang merupakan penyempurnaan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.
125/Men/1982 tentang Pembentukan Susunan dan Tata Kerja DK3N, DK3W dan P2K3.
Keputusan Menteri ini merupakan pelaksanaan dari undang-undang keselamatan kerja pasal 10 yang antara lain menetapkan tugas dan fungsi P2K3 sebagai berikut :
Keputusan Menteri ini merupakan pelaksanaan dari undang-undang keselamatan kerja pasal 10 yang antara lain menetapkan tugas dan fungsi P2K3 sebagai berikut :
a. Tugas pokok memberi saran dan
pertimbangan kepada pengusaha/menyusun tempat kerja yang bersangkutan mengenai
masalah-masalah K3.
b. Fungsi : menghimpun dan mengolah
segala data/ atau permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja
yang bersangkutan serta membantu pengusaha/ manajemen mengadakan serta
meningkatkan penyuluhan, pengawasan, latihan dan penelitian K3.
c. Keanggotaan : P2K3 beranggotakan
unsur-unsur organisasi pekerja dan pengusaha/ manajemen.
Organisasi P2K3 terdiri dari sekurang-kurangnya Ketua, Sekretaris dan Anggota. Ketua P2K3 memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan P2K3 dibantu oleh wakil ketua. Sekretaris P2K3 memimpin dan DK3N – LK3I 13 mengkoordinasikan tudas-tugas Sekretariat dan melaksanakan keputusan P2K3.
Ketua P2K3 seyogyanya adalah top manajemen disuatu tempat kerja atau sekurang-kurangnya manajemen yang terdekat dengan pimpinan puncak, sedang Sekretaris P2K3 adalah tenaga profesional K3 yaitu manajer K3 atau ahli K3.
(lebih lanjut tentang P2K3 diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04 tahun 1987 tentang P2K3 dan Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja).
40. Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor
333 Tahun 1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja terdiri atas enam pasal,mengatur
mengenai tata cara diagnosis dan pelaporan penyakit akibat kerja. Lampiran I
adalah bentuk laporan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja,
sedang Lampiran II adalah laporan medik penyakit akibat kerja yang merupakan
rahasia medik.
Keputusan Menteri ini merupakan pedoman pelaksanaan dari Undang-undang No. 2 Tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya Undangundang Kecelakaan Tahun 1947 yang telah diganti dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Pedoman ini dipakai untuk menetapkan diagnosis dan penilaian cacat karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja guna memperhitungkan hal-hal tenaga kerja, yang meliputi bidang pengobatan mata, penyakit telinga, hidung dan tenggorok (THT), bidang orthopaedi, bidang penyakit dalam, bidang penyakit Paru, bidang penyakit akibat radiasi mengion, bidang psikiatri, bidang neurologi dan bidang penyakit kulit.
Keputusan Menteri ini merupakan pedoman pelaksanaan dari Undang-undang No. 2 Tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya Undangundang Kecelakaan Tahun 1947 yang telah diganti dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Pedoman ini dipakai untuk menetapkan diagnosis dan penilaian cacat karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja guna memperhitungkan hal-hal tenaga kerja, yang meliputi bidang pengobatan mata, penyakit telinga, hidung dan tenggorok (THT), bidang orthopaedi, bidang penyakit dalam, bidang penyakit Paru, bidang penyakit akibat radiasi mengion, bidang psikiatri, bidang neurologi dan bidang penyakit kulit.
41. Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor
187 Tahun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja, terdiri dari enam bab dan 27
pasal, mengatur kewajiban pengusaha mengendalikan bahan kimia berbahaya untuk
mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dengan menyediakan lembar data
keselamatan bahan dan label dan menunjuk petugas dan ahli K3 kimia.
Selain itu diatur penetapanpotensi bahaya instalasi, nilai ambang batas kuantitas bahan kimia, serta penunjukan petugas dan ahli K3 kimia.
Selain itu diatur penetapanpotensi bahaya instalasi, nilai ambang batas kuantitas bahan kimia, serta penunjukan petugas dan ahli K3 kimia.
42. Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor
51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat kerja terdiri dari 12 pasal,menetapkan
nilai ambang batas untuk iklim kerja, kebisingan, getaran,frekuensi
radio/gelombang mikro, dan radiasi sinar ultra ungu. Keputusan Menteri ini juga
menetapkan batas waktu pemajanan untuk faktor-faktor fisik yang melampaui NAB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar